KUMPULAN KISAH INSPIRATIF PENGHAFAL QUR'AN
Dok Kain tapis ukmf ibroh |
Seorang ibu yang
berhasil mencetak keluarga Qur’ani
Kisah ini
disampaikan oleh seorang pengajar Al-Qur’an Al-Karim di salah satu masjid di
Makkah Al-Mukarramah. Ia berkata,”telah datang padaku seorang anak yang ingin
mendaftarkan diri dalam halaqah”. Maka aku bertanya kepadanya,”Apakah
engkau hafal sebagian dari Al-Qur’an?”. Ia berkata,”Ya”. Aku berkata kepadanya,
”Bacakan dari juz ‘Amma!” Maka kemudian ia membacanya. Aku bertanya lagi ,”apakah
kamu hafal surat tabaarak (Al-Mulk)?” Ia menjawab,”Ya”. Aku pun takjub dengan
hafalannya di usia yang masih dini. Aku bertanya kepadanya tentang surat An-Nahl.
Ternyata ia hafal juga, maka semakin bertambah kekagumanku atasnya.
Kemudian aku
ingin mengujinya dengan surat-surat panjang, aku bertanya,”Apakah engkau hafal
surat Al-Baqarah. Ia menjawab,”Ya”. Dan ia membaca surat tersebut tanpa salah
sedikitpun. Kemudian aku berkata,”Wahai anakku, apakah kamu hafal Al-Qur’an?”
ia menjawab,”ya”. Subhanallah, dan apa yang Allah kehendaki pasti akan
terjadi!. Aku memintanya untuk datang esok hari bersama dengan orang tuanya,
sedangkan aku sungguh benar-benar takjub. Bagaimana mungkin bapaknya melakukan
hal tersebut?!
Suatu kejutan besar ketika bapak anak tersebut hadir. Aku melihat penampilannya tidak menunjukkan orang yang komitmen kepada As-Sunnah. Segera ia berkata kepadaku,”Saya tahu anda heran kalau saya adalah ayahnya, tapi saya akan menghilangkan rasa keheranan Anda. Sesungguhnya dibelakang anak ini ada seorang wanita yang setara dengan seribu laki-laki. Aku beritahukan kepada Anda, bahwa aku dirumah memiliki tiga anak yang semuanya hafal Al-Qur’an. Dan anakku yang paling kecil, gadis berusia 4 tahun, sudah hafal juz ‘amma”. Aku kaget dan bertanya,”Bagaimana bisa seperti itu?!” Ia mengatakan bahwa ibu mereka ketika mereka mulai bisa berbicara pada usia bayi, maka ia memulainya dengan menghafalkan Al-Qur’an dan memotivasi mereka untuk itu. Siapa yang menghafal pertama kali, maka dialah yang berhak memilih menu untuk makan malam hari itu. Siapa yang melakukan muraja’ah (setor hafalan) pertama kali, dialah yang berhak memilih kemana kami akan pergi mengisi liburan mingguan. Dan siapa yang mengkhatamkan pertama kali, maka dialah yang berhak menentukan kemana kami harus mengisi liburan.
Seperti inilah
istriku menciptakan suasana kompetisi (persaingan) dalam menghafal dan
melakukan muraja’ah. Ketika merenungkan dan memikirkan kisah yang penuh
pelajaran ini, kami mendapati bahwa seorang wanita shalihah yang senantiasa
memperhatikan kebaikan rumah tangganya, maka dialah wanita yang Nabi SAW. Berwasiat
pada kaum laki-laki untuk memilih sebagai pasangan hidup. Meninggalkan
orientasi harta, kecantikan dan kedudukan.
Maka
benarlah ketika Rasulullah SAW. bersabda, “seorang wanita dinikahi karena empat
hal, karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Maka carilah
agamanya niscaya kamu beruntung.” (HR. Bukhari).
Nabi SAW. bersabda, “Dunia adalah
perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah” (HR. Muslim)
Selamat atasnya ibu anak tersebut)
yang telah menjamin masa depan anak-anaknya dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai
pemberi syafa’at kepada mereka kelak di hari kiamat.
Nabi SAW.
bersabda,”Akan dikatakan kepada orang yang hafal Al-Qur’an pada hari kiamat,
bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membacanya dalam kehidupan dunia,
karena sesungguhnya tempat kembalimu dalam kehidupan akhir adalah sesuai dengan
ayat yang dahulu engkau baca” (HR. Ibnu Hibban).
Tentunya
risalah ini juga untuk para bapak. Bayangkan wahai para bapak, jika anda
menjadikan anak anda hafal Al-Qur’an. Setiap kali ia membaca satu huruf, anda
akan mendapatkan pahala setiap huruf yang ia baca dari Al-Qur’an dalam
hidupnya. Maka jadilah anda dengan menjaga anak anda untuk menghafalnya dengan
pertolongan dari Allah subhanahu wata’ala.
Obat bius tidak berfungsi bagi penghafal Al-Qur’an
Kisah ini disampaikan oleh Ustadz Bachtiar Nasir dalam sebuah
kajian tafsir yang membahas tentang surat Al-Baqarah ayat 120-121. Beliau
bercerita tentang kisah nyata seorang kakek tua penghafal Al-Qur’an yang
membuat jama’ah berdecak kagum.
Dalam suatu waktu, ada seorang kakek tua yang hendak dioperasi karena
mengalami sakit, dokter menyarankan untuk segera dioperasi demi menyembuhkan
penyakitnya. Di luar dugaan, kakek tersebut terisak dalam tangis yang mendalam,
dokter pun coba menguatkan dan meyakinkan sang kakek agar kakek tersebut tidak
perlu khawatir karena penyakit yang dialaminya akan sembuh atas izin Allah dan
tidak perlu khawatir terhadap pelaksanaan operasi karena dokter tersebut sudah
berpengalaman untuk operasi penyakit tersebut dan besar sekali kemungkinan
keberhasilannya.
Lalu kakek tersebut membalas perkataan dokter tersebut, “Dok, bukan itu
yang saya khawatirkan, insya Allah saya siap dan tak takut untuk menjalani
proses operasinya. Saya menangis karena saya sedih, akan banyak waktu yang
terbuang saat operasi nanti pastinya, sedangkan saya memiliki kebiasaan untuk
muraja’ah hafalan Al-Qur’an saya 12 juz tiap harinya, saya khawatir tidak dapat
menyelesaikan hafalan saya di hari ini karena operasi ini, sebab itulah saya
menangis…”
Lalu kakek tersebut melanjutkan dengan pertanyaan “Dok, seberapa lama saya
akan dioperasi?” “Insya Allah hanya 4 jam kek” jawab dokter. “Kalau begitu,
berikan saya waktu di satu jam pertama untuk muraja’ah hafalan saya, lalu
lanjutkanlah tindakan operasi setelahnya” jawab kakek memberikan solusinya.
Dokter pun menyetujuinya. Pada satu jam pertama dokter memberikan waktu untuk
kakek muraja’ah hafalannya di ruang operasi, setelah waktu berjalan satu jam,
dokter dan timnya melakukan tindakan medis, dibiuslah kakek tersebut dan
melaksanakan tindakan operasi. Operasi tersebut berjalan lancar, tidak ada
kendala yang berarti. Allah menolong keduanya.
Setelah kakek tersebut tersadar, dokter yang mengoperasinya tersebut
berkata: “Kek, baru kali ini saya mengalami kejadian yang luar biasa ketika
mengoperasi pasien. Setelah satu jam kakek muraja’ah hafalannya, kami pun
membius kakek, saya yakin sudah tepat dosis bius kepada kakek, saya yakin dosis
tersebut akan membuat kakek tak sadarkan diri. Tapi masya Allah, sepanjang
operasi kakek tak berhenti sedikitpun membaca Al-Qur’an, seolah obat bius yang
kami suntikan tak ada pengaruhnya dan rasa sakit saat operasi tak dirasakan”
Subhanallah… hikmah yang luar biasa yang dapat kita
ambil dari kisah tersebut. Bagaimana dengan kita? Sudahkah ada kenikmatan dan
kekhusyu’an ketika kita membaca Al-Qur’an?. Berapa banyak juz yang kita baca
tiap harinya?. Berapa banyak ayat Al-Qur’an yang kita hafal tiap harinya?
Berapa banyak ayat Al-Qur’an yang kita murajaah tiap harinya dan berapa banyak
ayat Al-Qur’an yang kita amalkan tiap harinya???
Sungguh, masih amat sedikit amalan-amalan kita. Orang bijak mengatakan:
“Janganlah takut dengan rezekimu pada hari ini, karena Allah sudah menjamin
rezeki bagi orang yang hidup. Khawatir dan takutlah dengan kualitas dan
kuantitas amalmu, apakah dapat mengantarkanmu ke surga? Karena tidak ada
jaminan dari Allah bahwa kita akan masuk ke dalam Surga-Nya”.
Wawancara ekslusif :
Musa, Umur 5,5 tahun hafal 29 juz
Penanya
: “Musa main gak?”
Abu
Musa : “Musa seperti anak lainnya, dia
tertawa, dia menangis, dia bermain, dia mau, dia juga tidak mau. Musa sehari2
sibuk dengan hafalannya (bangun stengah tiga pagi, muraja’ah 8 jam per hari).
Dirumah kami fasilitasi bermainnya, sepeda, mobil-mobilan, dll. Abah, ummi, adik
berinteraksi sangat dekat dengan Musa. Sehingga Musa nyaman di rumahnya. Cukup
baginya bermain bersama kami. Kalau dia main keluar pun, dia tidak ingin main
yang jauh2. Paling dia main pasir di teras, sepedaan di halaman. Kalau ada
teman yang jelek, kami buru2 jauhkan dari musa” (Wawancara Abu Musa di Rodja
TV).
Moderator
: “Video apa yang Musa suka?”
(Disaat anak2 lain
menjawab lantang, ‘ipin-upin, spiderman, timmy time, harry potter. Apa jawaban
Musa?).
Musa
: “Video Muhammad Thoha,
ceramah Syaikh Bin Baaz, Syaikh Utsaimin, dan Ustadz Yazid”
Abu
Musa : “Musa terbiasa melihat video
masayikh, murattal, dan ceramah2 di TV sunnah. Kami menyanjung-nyanjung mereka,
mereka itu orang hebat bang Musa, faqih, dst. Sehingga Musa termotivasi dan
mengidolakan mereka”.
Pesan
dari Abu Musa Ayah dari penghafal Al-Qur’an usia sekitar 5,5 tahun.
Dialog
melalui WA dengan Abu Musa di Jeddah Saudi Arabia
Admin
Assunnah:
“Akhi
bisa kasih pesan khusus untuk anak2 agar rajin menghafal Al-Qur’an karena akan
saya sebarkan di BBM, fb dll, singkat saja abu”.
La
Ode Abu Hanafi (Abu Musa)(menulis) :
“Cari
istri sholehah, istiqomah dan sabar yang luar biasa, tegakkan Amar Ma’ruf
dan Nahi Mungkar kepada anak meskipun masih kecil, jauhkan dari musik dan
tontonan yang merusak, tanamkan aqidah dan tauhid kepada anak, tanamkan siapa Ahlu
Sholah dan siapa Ahlu Maksiat. Orang tua harus menjadi contoh anak. Orang
tua ketika Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar harus ada rasa tega diri mereka
kepada anak-anak. Contohnya ketika memerintahkan belajar…banyak orang tua yang
tidak tega. Selain yang di atas, harta kita keluarkan unttuk anak belajar”.
Admin
Assunnah:
“Barakallahu
fiik jazakallah khoyron”. Masih ada lagi akhi ?
La
Ode Abu Hanafi (Abu Musa):
“Tentukan
jadwal anak seketat mungkin, kapan belajar, makan, mandi, bermain. Dan orang
tua harus istiqomah dan jangan di remehkan dan di langgar. Tidak usah pedulikan
perkataan orang. Emas tidak akan jadi mulianya dan berharga kecuali setelah
penempaan yang luar biasa. Kelembutan dan ketegasan ( keras terkadang juga
sangat bermanfaat) harus senantiasa ada”.
Admin
Assunnah:
“Barakallahu
fiik masyaa Allah jazakallah khoyron. Semoga bermanfaat untuk saudara kita
yg lainnya”. (4 Ramadhan 1435/ 2 Juli 2014).
Semoga
dialog ini bermanfaat untuk kita semua.
(4 Ramadhan 1435/ 2 Juli 2014.abangdani.wordpress.com)
Seorang bocah
meng-Islamkan ribuan orang
Sebuah
buku “Bocah yang Mengislamkan Ribuan Orang” ini mengisahkan tentang anak bernama Syarifuddin Khalifah yang
terlahir dari keluarga Kristen Khatolik ternyata mampu menghafal Al-Qur’an di
usia 1,5 tahun. Allah SWT. memperlihatkan keajaiban bocah Arusha, kota
kecil di utara Tanzania, Afrika.
Dikisahkan, penduduk di Arusha yang hanya berjumlah 1.2
juta orang, dimana mayoritas penduduk beragama Kristen, baik Kristen Anglikan
dan Kristen Katolik, lahir anak yang di usia 4 bulan sudah mampu membaca ayat
suci Al-Qur’an. Anak pasangan Francis dan Domisia ini pun semakin membuat
kehebohan ketika di usianya yang masih beberapa hari, menolak untuk dibaptis di
Kingori Baptis Church.
“Mama
usinibibaptize, naamini kwa Allah na jumba wake Muhammad saw!”
Begitulah
Syarifuddin kecil mengucapkan pada kedua orangtuanya dalam bahasa Arusha. “Ibu,
tolong jangan baptis saya, saya adalah orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya Muhammad SAW.” Jauh setelah acara pembaptisan yang gagal, Allah
SWT. makin memperlihatkan kebenaran ajaran-Nya dengan memperlihatkan kemampuan
Syarifuddin menghafal Al-Qur’an maupun shalat lima waktu tanpa ada yang
mengajarkan maupun mencontohkan.
Melihat keajaiban demi keajaiban, Francis dan Domisa akhirnya
mengucapkan dua kalimat syahadat. Mereka resmi masuk Islam dengan disaksikan
oleh Ustaz Ismael. Penduduk yang sebelumnya mayoritas beragama Kristen pun
mulai percaya kebenaran dari Allah SWT. dan mereka ramai-ramai masuk Islam. Tak
heran, kini ribuan orang telah diislamkan oleh Syarifuddin.
Suatu ketika Syarifuddin yang sudah digelari Syekh ini datang ke
Ethiopia. Ribuan orang hadir di stadion Ethiopia. Tak cuma kaum muslimin,
justru yang hadir mayoritas umat Kristiani. Harap maklum, anak yang terlahir
dari keluarga non muslim memiliki magnet yang begitu kuat di kalangan
Kristiani. Mereka yang tidak percaya maupun setengah percaya ingin melihat
langsung sosok Syarifuddin.
Bahkan, mereka yang tidak percaya sempat mengatakan pada Syekh, “Are
you Jesus?” Kemudian dengan tenang Syakh Syarifuddin menjawab, “No…I’m
not Jesus, I’m created by God. The same God who created Jesus.”. Di
stadion Ethiopia itu pula, bocah ini membimbing umat Kristiani untuk
mengucapkan dua kalimat syahadat. Subhanallah!
(sosok.kompasiana.com)
TNI-AL Hafal Al-Qur’an
Di Indonesia, tidak
banyak anggota TNI-AL yang mampu menghafal Al- Qur’an 30 juz dan berprestasi
dengan kemampuannya itu. Salah satu yang tak banyak itu adalah Letda Laut (P)
Makarim Umar. Lajang 28 tahun itu adalah juara di ajang Musabaqoh Hifdzil Quran
yang biasa diselenggarakan Dinas Perawatan Personel Angkatan Laut
(Diswatpersal). Makarim menjadi pemenang untuk kategori hafalan 30 juz.
Prestasi tersebut
menambah deretan penghargaan yang diterima Makarim. Dia juga pernah mewakili
Indonesia untuk mengikuti kompetisi MHQ internasional di Arab Saudi. “Di Arab
Saudi, saya hanya dapat penghargaan peringkat delapan”, ujarnya. Ketika di Arab Saudi itu Makarim
mewakili Indonesia bersama tiga prajurit lain. Meski kompetisi tersebut
terbatas untuk para tentara, tetap saja bagi Makarim sangat membanggakan.
“Saingannya prajurit muslim negara lain”,
kenangnya.
Bagi Makarim, menjadi
seorang hafidz dan tentara adalah sesuatu yang kadang kurang bisa
dikompromikan. Maklum, sejak memutuskan bergabung menjadi prajurit penjaga laut
pada 2009, kemanapuan menghafalnya sering berkurang. Padatnya aktivitas di awal
karir harus membuatnya rela kehilangan hafalan beberapa surat Al-Qur’an. Dia mengatakan, sejak masuk militer,
tanggungannya semakin berat. Sebab, dia berkewajiban menjalankan tugas sebagai
prajurit juga. Karena itu, untuk mau menambah hafalan, dia harus memikirkannya
baik-baik. “Di militer memang lebih lupa. Menjaga saja berat, mau nambah jadi
pikir-pikir”, imbuhnya.
Dia menggambarkan, awal
masuk militer sebenarnya dia sudah menghafal 20 juz. Namun, saat itu yang bisa
dikatakan benar-benar lancar hanya 10 juz. Nah, sibuk latihan dan hidup yang
serba teratur membuat hafalannya naik turun. Beberapa ayat yang dulu
samar-samar hafal malah hilang sepenuhnya.
Meski demikian, semua itu dia jadikan tantangan. Tekadnya, jangan sampai hafalan
itu semakin hilang. Meski kesibukan kadang membuat istiqamahnya naik turun, dia
tetap ingin bisa menghafal Al-Qur’an. Mau tidak mau, setiap hari dia harus
menyempatkan untuk membaca kitab suci itu.
Setiap ada waktu luang,
dia mencoba membaca Al-Qur’an. Malam adalah waktu yang kerap dia pilih untuk
membaca. Sedikitnya, dalam sehari pria asli Purworejo, Jawa Tengah, itu harus
bisa membaca lagi hafalannya satu juz. Namun, sebenarnya itu tidak cukup karena
idealnya satu hari adalah lima juz.
“Karena situasinya begini, bisa satu juz sudah alhamdulillah”, katanya.
“Karena situasinya begini, bisa satu juz sudah alhamdulillah”, katanya.
Kegigihannya untuk bisa
membagi waktu tersebut berbuah manis. Hafalan yang kedodoran di awal masuk
militer, akhirnya terus-menerus bisa diperbaiki. Akhirnya, Makarim berhasil
memenangi juara MHQ untuk kategori 30 juz. “Meski sulit, beban moral untuk
menjaga hafalan itu ada. Termasuk beban menambah”, terangnya.
Menjadi hafidz juga
berdampak pada kehidupan sehari-hari. Secara otomatis dia harus menjaga
sikapnya. Jangan sampai predikatnya sebagai penghafal Al-Qur’an rusak karena
perilakunya yang kurang terpuji. Yang paling sulit adalah menjaga agar
shalatnya tetap lima kali dan tepat waktu. Tidak
peduli padatnya aktivitas ataupun kegiatan latihan, Makarim berupaya bisa
shalat tepat waktu. “Beruntung, sejauh ini kegiatan militer tidak pernah
membuatnya meninggalkan shalat fardu. Soal ketepatan waktu, shalat Makarim juga
tidak perlu diragukan. “Selama ini masih bisa tepat waktu”, tuturnya.
Makarim menceritakan, kemampuannya
menghafal Al-Qur’an muncul sejak kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an An-Nur
Jogjakarta. Tepatnya, saat semester IV mulai berjalan dan diawali dengan
menghafal surat Al-Baqarah. ’’Lulus kuliah sebenarnya sudah hafal 20 juz.
Tetapi, yang benar-benar lancar sekitar 10 juz,’’ jelasnya. (www.birayang-hafal-quran.)
Bagaimana dengan kita, sesibuk apakah
kita sehingga menghambat hafalan?. Semoga kisah ini menjadi solusinya. Amin...
Lamaran
Ditolak, Nekat Menghafal Al-Quran
Daud Dzal
Aidi, begitulah nama lengkap pemuda tersebut. Daud adalah seorang pemuda yang
polos, bisa dikatakan belum banyak terinfeksi pergaulan bebas anak muda zaman
sekarang. Daud pun tidak terbiasa bergaul dengan lawan jenis terlalu jauh,
hanya sekadar muamalah biasa.
Namun
ternyata Daud memendam perasaan terhadap seorang wanita yang pernah ditemuinya
sekilas dalam acara seminar remaja Islam di Jakarta, Fatimah namanya, kebetulan
Daud menjadi panitianya dan Fatimah yang membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Daud
terkesan dengan suara indah dan lengkingan ayat-ayat yang dibacakan oleh
Fatimah seakan sudah menguasai betul nagham dalam ilmu tilawah, mulai
dari bayati, shoba, hijaz dan sebagainya.
Singkat
cerita tiga, bulan kemudian, Daud rupanya sudah ada niat ingin melamar Fatimah,
sinyal cinta itu timbul begitu saja, percakapan seperlunya pun hanya melalui
pesan singkat sms. “Fatimah, saya mau silaturahim ke rumah orang tua kamu,
boleh saya minta alamat lengkapnya, maaf jika kurang berkenan,” setelah
berpikir panjang dengan kata-katanya akhirnya sms itu terkirim juga. “Iya kak,
silakan datang saja, rumah orang tua saya yang bercat putih percis di dekat
gerai batik, atau tanya saja di mana rumah Bapak Ahmad Mubarak, insya Allah
semua tahu.” Balas Fatimah dengan perasaan penuh harap dan cemas.
Setelah
mencari sana-sini bersama kawan akrabnya, Amir, Daud pun akhirnya sampai juga
di kediaman orang tua Fatimah di bilangan Jakarta. Dengan sedikit perasaan
tegang karena pengalaman pertama menghadap orang tua calon belahan jiwa yang
ingin dilamar, sebagai sahabat Amir pun langsung menyejukkan suasana agar Daud
tetap tenang dan santai. Lalu, masuklah mereka setelah diizinkan oleh tuan
rumahnya, kemudian bersalaman kepada bapak dan ibunya Fatimah, obrolan pun
dimulai dan inilah yang terkenang. “Fatimah sudah banyak cerita tentang kamu,
ayah pun paham kondisi kejiwaannya ketika dia menyukai sesuatu yang diinginkan,
dan ngambeknya dia ketika keinginannya tidak tercapai, tapi dia lebih dewasa
dari kakaknya, Aisyah.” Ujar ayah Fatimah dengan penuh wibawa menjelaskan
tentang tabi’at dan sedikit kepribadian anak perempuannya itu. “Iya pak, maksud
kedatangan saya pun ke sini untuk silaturahim dan juga ada niat ingin mengkhitbah
Fatimah putri bapak, itu pun jika belum ada yang taqdim (mengajukan
lamaran), mohon maaf bila kurang berkenan dan terkesan kurang sopan, jika
diterima saya akan langsung bicara ke orang tua saya di kampung untuk
mengadakan proses khitbah secara resmi,”
Daud pun
menjelaskan maksud kedatangannya hendak melamar Fatimah. Meski agak sedikit
gugup, namun Daud akhirnya merasa plong. “Maaf ya Daud, ibu bukannya tidak
percaya sama kamu, ibu cuma khawatir bagaimana nanti kehidupan rumah tangga
anak ibu jika kamu sendiri belum memiliki pekerjaan tetap. Sebenarnya ibu pun
sudah punya calon untuk Fatimah, putranya kawan ibu yang kebetulan masih satu
kantor sama bapak, dia sudah siap segalanya.” Sang ibu langsung memotong
pembicaraan karena sudah tahu di mana keluarga Daud tinggal, yaitu di kampung
pedesaan.
Daud paham
dan sadar bahwa dirinya bukanlah anak orang berada, sebenarnya. Daud pun tidak
mengetahui sebelumnya kalau ternyata Fatimah anak seorang pejabat yang
disegani. “Iya bu, saya paham kondisi saya sekarang, tapi saya tetap berusaha
memiliki pekerjaan yang halal dan baik, tentunya saya pun merasa nyaman dengan
pekerjaan itu, tidak gelisah. Saya berterima kasih kepada ibu dan bapak karena
sudah menerima saya untuk bersilaturahim, saya mohon maaf jika kehadiran saya
mengganggu waktu ibu dan bapak.”
Daud pun
pamit kepada kedua orang tua Fatimah, sebelum meninggalkan rumah, ayahnya
Fatimah menghampiri Daud di pintu gerbang rumahnya, beliau berkata kepada Daud,
“Nak, ayah sangat bangga kepadamu atas keberanian kamu hendak melamar Fatimah,
ayah sebenarnya setuju saja jika kamu nantinya menjadi imam buat Fatimah,
rasanya baru kemarin ayah mengasuh dan mendidiknya, ternyata Fatimah sekarang
sudah dewasa. Maaf ya nak, ayah tidak tahu kalau ternyata ibu sudah mempunyai
calon suami buat Fatimah. Kamu harus menjadi lelaki yang kuat, tetap berikhtiar,
dan tentunya harus menyertakan Allah dalam setiap keputusanmu, ayah doakan kamu
mendapatkan calon istri yang terbaik.” Nasihat ayah Fatimah yang cukup bijak.
“Terima kasih pak, semoga putri bapak juga mendapatkan calon suami yang bisa
membimbing Fatimah dalam mahligai pernikahan yang diridhai Allah SWT.”
Daud pun
mencium tangan ayah Fatimah sebagai rasa takzdim kepadanya dan langsung
berpamitan. “Kak, maafkan Fatimah dan kedua orang tua Fatimah jika silaturahim
kakak jadi kurang berkesan, Fatimah tidak tahu jika ibu ingin menjodohkan
Fatimah dengan orang lain. Fatimah akan bicara ke ibu kalau Fatimah tidak mau
dijodohkan. Kak, besok Fatimah mau kembali ke KL, melanjutkan kuliah. Doakan
Fatimah.” Fatimah langsung mengirimkan sms ke Daud, ia merasa sangat khawatir
jika Daud kecewa. “Tidak ada yang perlu dimaafkan dan tidak ada yang salah,
justru saya yang mohon maaf. Ikuti saja nasihat ibu, beliau tahu mana yang baik
untuk anaknya, jangan mengikuti hawa nafsumu. Kakak doakan semoga perjodohan
itu bisa membuat kamu lebih fokus dalam belajar karena sudah jelas tujuan
hidupnya.” Tutup Daud seraya mendoakan yang terbaik untuk Fatimah.
Hari
berganti hari, tepat pada hari Sabtu pagi setelah shalat subuh, terlihat Daud
khusuk mendengarkan pengajian tafsir di sebuah masjid raya kota Bekasi yang
dipimpin ustad Abdul Hakim. Ustad Abdul Hakim adalah seorang imam besar yang
sangat masyhur keahliaannya dalam bidang Tafsir Al-Qur’an, beliau lulusan
Al-Azhar Mesir, tak aneh bila setiap ada jadwal kajian masjid selalu penuh, banyak
jama’ah dari jauh yang juga sengaja datang untuk mendapatkan pencerahan ilmu
dan hikmah darinya.
“وَأَنْكِحُوا الأيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ
وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ
وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Ayat 32 dari surat An-Nur
ini adalah anjuran untuk menikah, maksudnya, hendaklah laki-laki yang belum
menikah atau tidak beristri atau wanita-wanita yang tidak bersuami, dibantu
agar mereka dapat menikah. Oleh karena itu, anggapan bahwa apabila menikah
seseorang dapat menjadi miskin karena banyak tanggungan tidaklah benar.
Demikian
salah satu isi kajian ustad Abdul Hakim yang dibawakan dengan penuh kewibawaan
dan retorika yang lantang. Ternyata tema pembahasan tafsir kali ini sangat
menyentuh hati dan perasaan Daud, dia terpana dengan penggalan ayat ini, “Jika
mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan
karunia-Nya”. Setelah pengajian usai, Daud pun langsung menghampiri sang ustad,
rupanya dia ingin bicara empat mata seraya mencurahkan masalah dan ujian hidup
yang dialaminya agar diberikan solusi yang tepat dan mencerahkan. Akhirnya Daud
diajak ke kamar khusus imam di lantai 2 masjid. Dengan panjang lebar Daud
bercerita tentang semua hal yang terjadi dalam perjalanan hidupnya, tak terasa
air mata Daud pun berlinang. “Mas Daud, kita tidak memiliki kemampuan untuk
mengubah masa lalu dan tidak mampu menggambarkan masa depan dengan gambaran
yang kita kehendaki, lalu mengapa kita bunuh diri sendiri dengan bersedih atas
apa yang kita tak mampu mengubahnya??!! Bersabarlah dengan skenario Allah yang
indah.”
Banyak
kata-kata hikmah yang keluar dari lisan keikhlasan sang ustad, akhirnya Daud
bertekad ingin bangkit kembali, bangun dari tidur yang panjang. Ada satu azzam
Daud yang sungguh luar biasa, yaitu ingin mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an 30
juz dan memohon kepada ustad Abdul Hakim untuk mendengarkan hafalannya sampai
tuntas, karena hatinya bergetar ketika sang ustad menyarankan untuk menghafal
Al-Qur’an, sebab Al-Qur’an merupakan obat dari berbagai macam penyakit. Air
mata Daud pun langsung terurai menetes ketika ustad Abdul Hakim membacakan
sebuah hadist keutamaan seorang penghafal Al-Qur’an yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad dalam Musnadnya: “Dari Buraidah al-Aslami Ra., ia berkata bahwasanya
ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda, ‘Pada hari kiamat nanti, Al-Qur’an akan
menemui penghafalnya ketika penghafal itu keluar dari kuburnya. Al-Qur’an akan
berwujud seseorang dan ia bertanya kepada penghafalnya, ‘Apakah Anda
mengenalku?’ Penghafal tadi menjawab, ‘Saya tidak mengenal kamu.’ Al-Qur’an
berkata, ‘Saya adalah kawanmu, Al-Qur’an yang membuatmu kehausan di tengah hari
yang panas dan membuatmu tidak tidur pada malam hari. Sesungguhnya, setiap
pedagang akan mendapat keuntungan di belakang dagangannya dan kamu pada hari
ini di belakang semua dagangan.’ Maka, penghafal Al-Qur’an tadi diberi kekuasaan
di tangan kanannnya dan diberi kekekalan di tangan kirinya, serta di atas
kepalanya dipasang mahkota perkasa. Sedang kedua orang tuanya diberi dua
pakaian baru lagi bagus yang harganya tidak dapat dibayar oleh penghuni dunia
keseluruhannya. Kedua orang tua itu lalu bertanya, ‘Kenapa kami diberi pakaian
begini?’ Kemudian dijawab, ‘Karena anakmu hafal Al-Quran.’ Kemudian, kepada
penghafal Al-Qur’an tadi diperintahkan, ‘Bacalah dan naiklah ke tingkat-tingkat
surga dan kamar-kamarnya.’ Maka, ia pun terus naik selagi ia tetap membaca,
baik bacaan itu cepat atau perlahan (tartil).”
Setelah
melewati masa-masa sulit dalam menghafal Al-Qur’an, alhamdulillah akhirnya Daud
dapat mengkhatamkan hafalan Al-Qur’an dalam kurun waktu kurang lebih satu
tahun. Ustad Abdul Hakim merasa bangga dan terharu atas kegigihan dan
kesungguhan Daud, ustad Abdul Hakim pun memberikan sanad hafalannya ke Daud dan
berpesan kepada Daud yang dikutip dalam sebuah hadist diriwayatkan oleh imam
Bukhari: “Jagalah Al-Qur’an, demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya,
Al-Qur’an itu lebih cepat lepas dari pada seekor onta dari ikatannya.”
Sungguh nasihat yang penuh makna.
Setelah itu
giliran Daud yang ingin diajak bicara empat mata oleh ustad Abdul Hakim,
rupanya ada satu hal penting lagi yang ingin disampaikan sang ustad berkaitan
dengan jodoh. “Mas Daud, maaf jika ini menyinggung perasaan mas Daud. Ada orang
tua yang datang kepada saya, kebetulan masih jama’ah saya juga, namanya bapak
Abdullah, seorang pemimpin perusahaan elektronik di Jakarta, Ph.d lulusan
Amerika, dia memiliki 3 putri cantik, dia ingin minta dicarikan calon suami
untuk anaknya, kriterianya hanya bisa membimbing putrinya dalam hal Agama,
menjadi imam yang baik buat putrinya.” Dengan penuh kehati-hatian ustad Abdul
Hakim menyampaikannya, tapi tetap dengan kekhasan senyuman di wajahnya yang
bersinar. “Sebelumnya saya berterima kasih karena ustad sudah menyampaikan hal
itu, tapi saya mohon maaf, bukan saya menolak, tapi saya takut tidak bisa
mengikuti keinginan yang biasa keluarga dia lakukan, karena saya terbiasa hidup
sederhana dan memang dari keluarga sederhana.” Jawab Daud juga dengan rona
wajah takut mengecewakan perasaan guru ngajinya itu. “Ya sudah, sekarang kamu
istikharah, jangan lupa hal ini diberitahu ke orang tuamu di kampung.” Demikian
nasihat Ustad Abdul Hakim kepada Daud.“Insya Allah, ustad.” Tutup Daud.
Pucuk
dicinta, ulam pun tiba. Akhirnya Daud pun menemukan belahan jiwanya, putri
bungsu bapak Abdullah, Nourhan Abdullah. Putri bungsu yang manja dan ceria,
lulusan Psikologi Universitas Indonesia, itulah bidadari surga yang
dipersunting Daud menjadi istrinya. Kini hidup Daud penuh keberkahan, dia
memimpin sebuah pesantren Tahfizh modern di Bogor, yang juga mempelajari sains
dan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi). Pesantren Al-Qur’an dan Teknologi
Fakhruddin Ar-Razi, Daud mengambil berkah dari nama seorang ulama yang sangat
terkenal dan sangat berpengaruh pada masanya itu.
Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah, “Kalau datang kepadamu seorang laki-laki yang kamu sukai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah. Kalau tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi.” Demikian pesan nabi Muhammad Saw. kepada para orang tua, khususnya yang memiliki putri yang belum menikah. (Dakwatuna.com).
Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari kisah di atas adalah, “Kalau datang kepadamu seorang laki-laki yang kamu sukai agama dan akhlaknya maka nikahkanlah. Kalau tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi.” Demikian pesan nabi Muhammad Saw. kepada para orang tua, khususnya yang memiliki putri yang belum menikah. (Dakwatuna.com).
Kisah Wanita penghafal Qur’an yang
ditimpa Penyakit Tumor Otak.
Sebuah kisah dari perjalanan Aminah
Al-Mi’thowi yang mencengangkan, dia bertutur, “Aku adalah wanita yang dulu
kuduga bahwa diriku sudah meninggal sebelum lahir, karena aku menghadapi
beberapa musibah yang beragam dalam hidupku. Sesuatu yang tidak terbayangkan
dalam benakku.
Namun. Alhamudillah, keyakinanku
pada Allah semakin kuat. Saat aku binggung memaknai kehidupan sekelilingku, aku
berserah diri kepada-Nya. Aku dulu berpenyakit tumor otak. Tidak terlalu buruk,
tapi penyakit itu mengerikan. Biarpun penanganan terus-menerus dan teratur,
tapi tidak ada tanda-tanda baik selama empat tahun. Namun secara internal, aku
yakin bahwa Allah tidak mengujiku dengan penyakit melainkan untuk memberiku
sesuatu yang luhur lagi agung dan mengampuni dosa-dosaku. Jadi, ujian itu ada
pelajaran yang tidak kita ketahui hikmahnya.
Terakhir kalinya aku mengunjungi
dokter, mataku merasakan dunia tampak gelap disebabkan akhir pemvonisan. Kabar
yang selamanya tidak menyenangkan. Lalu aku putuskan untuk menghafal Al-Qur’an.
Mulanya bukan untuk kesembuhanku, tapi niatku menghafalnya sebelum mati, karena
awalnya aku merasa ajalku telah dekat. Aku memulai hafalan sendiri.
Kadang-kadang aku bersungguh-sungguh, namun kadang pula semangatku melemah.
Karena aku yakin memayahkan otak dengan hafalan bisa menambah ganas penyakit.
Dan dengan cepat, aku tidak melewati beberapa juz yang terpisah. Aku memuji
Allah siang-malam karenanya. Sampai aku menghafal surat Al-Baqarah sepenuhnya.
Demi Allah, perasaanku tidak bisa di utarakan. Dan kebahagiaanku sangat besar
dengan menyelesaikannya. Perasaan senangku melupakan penyakitku, sekalipun aku
juga sibuk dengan membantu ayah dan ibu.
Dari momen itu, aku mulai menghafal.
Tapi keinginan untuk tidur selalu menyerangku, paling banter aku tidur hampir
16 jam sehari. Namun aku khawatir waktuku akan habis percuma. Maka aku berserah
diri kepada Allah. Segenap diriku yakin akan terjauh dari setan. Dan aku
mengalahkannya dengan memperbanyak wudlu’. Memang wudlu adalah stimulant yang
mengagumkan. Aku banyak bergerak, pantang mundur, aku tetap menghafal dan tetap
meminta bantuan Allah dengan shalat dan istighfar. Ketika aku membaca
firman-Nya yang artinya :“Berkata Musa, “Itulah mereka sedang menyusuliku
dan aku bersegera kepada-Mu ya Tuhanku, agar supaya engkau ridla (kepadaku)”
(Thaha:84). Tangisku tiba-tiba mengucur deras, merasa dalam waktu dekat aku
akan mati. Karena itu, aku harus menghafal Al-Qur’an sampai bertemu Allah
dengan kitab-Nya, mudah-mudahan dia mengampuniku.
Aku sempurnakan perjalanan
hafalan, berpindah dari halaman ke halaman dan dari baris ke baris. Pada saat
yang bersamaan melawan rasa sakit, melawan bisikan setan dan nafsuku sendiri.
Tapi dengan apa aku akan menghadap
Allah?. Aku mengharap penolong, aku inginkan penghibur dalam kuburku. Kubur itu
sunyi. Jika semangatku melemah, dengan cara apa aku berbakti kepada kedua
orangtuaku, aku berharap memuliakan mereka di hari kiamat dengan mahkota,
bukankah mereka juga memperhatikan sakitku ini, sakit yang aku derita?.
Begitulah aku juga selalu teringat dengan perkataan malaikat nanti padaku,
“Bacalah dan naiklah.” Maka tinggi dan luhurlah niatku menghafal Al-Qur’an.
Aku dalam peperangan kompetisi,
sampai akhirnya aku down dan dunia terasa gelap, aku merasa tidak
mungkin menghafal Al-Qur’an karena sakitku. Hampir saja aku meninggalkan amalan
mulia ini. Namun yang sulit bagaimana aku membantu ibu dan bapakku?. Aku
menangis panjang di keheningan malam. Lalu aku membaca Al-Qur’an, hingga
akhirnya mataku tertuju pada firman Allah yang artinya :“Dan sesungguhnya
telah kami jadikan kapal itu sendiri sebagai pelajaran, maka adakah orang yang
mau mengambil pelajaran?.” (Al-Qomar:15). Demi Allah, seakan-akan aku baru
pertama kali membacanya. Allahu Akbar. Allah telah menanggungku dengan mudah
menghafal. Lalu kenapa aku tidak minta pertolongan-Nya dan memperbaharui
tekadku?. “Demi Allah, aku tidak akan menghadap Allah melainkan kitab-Nya sudah
ada dihatiku.”
Aku sempurnakan perjalanan hafalan,
hari-hari berlalu, sedang aku bersungguh-sungguh, sampai akhirnya datang malam
khataman. Aku putuskan untuk tidak tidur sebelum menghafal.. aku berwudlu, lalu
shalat dua raka’at, dan mulai menghafal. Dan pada malam itu dengan karunia-Nya,
Allahu Akbar, Allah membuka pintu hatiku lebar-lebar. Aku menghafal dengan
puncak konsentrasi dan kebahagiaan. Sampai aku mencapai kemuliaan hafalan..
Dan Akhirnya, tampak olehku surat
an-Nas, Alhamdulillah, ya Allah akhirnya aku sampai, disini aku mengucurkan air
mata yang belum pernah terasa manis sebelumnya. Lalu aku menangis dari relung
hati yang terdalam. Aku telah hafal Al-Qur’an sebagaimana orang yang diajukan
untuk mendengar di depan malaikat dan pemimpin orang-orang syahid. Kematian
terbayang olehku terasa dekat.
Dengan khatam ini, aku merasa
seperti baru di lahirkan, Apa, kelahiran !! segala puji bagi Allah yang maha
mampu atas segala sesuatu. Dan ketika menghendaki suatu perkara, dia katakan
padanya, “Jadilah!.” Maka terjadilah”. Ketika itu aku merasa ajal
mendekat. Tetapi perasaanku tidak seperti dulu lagi. Sekarang aku merasa
senang, karena akan bertemu dengan-Nya sedang aku telah menghafal kitab-Nya.
Selang beberapa hari, aku pergi
mengobservasi analisa tumor. Dan aku dalam keadaan bersiap-siap menerima
musibah. Namun, aku ditimpa shock yang tidak
pernah aku bayangkan sebelumnya. Dokter keluar mengabari hasil analisis. Namun,
di sana hanya ada hal yang terindikasi trouble. Ruang hasil analisa
tampak kacau balau. Dokter tampak tercengang, mereka berkumpul untuk menguatkan
apa yang dilihat pada sinar-X. Aku duduk sambil berdo’a, “Ya Allah,
selamatkanlah musibahku. Dan gantilah dengan yang lebih baik.”
Menit berlalu bagaikan tahun. Aku
merasa down saat dokter mulai mengabari hasilnya. Dan aku terperanjat shock
saat dokter bilang, “Subhanallah, engkau sudah sembuh sempurna
dengan proporsi 70% !!!. Allahu Akbar.. Allahu Akbar Allahu Akbar. Ya Allah,
alangkah agungnya berita ini, aku yang mengharap kemajuan hanya 1%, seketika
itu menangis dengan tangisan yang belum pernah kulakukan sebelumnya dalam
hidupku. Maha benar firman-Nya.
Dalam Al-Qur’an ada penyembuh bagi manusia. “maka jangan berputus asa dari rahmat-Nya. Setiap yang Dia tulis pada kita adalah rahmat dan belas kasih-Nya. (herangmanah.blogspot.com)
sumber: https://duniainspirasi21.blogspot.co.id
Post a Comment for "KUMPULAN KISAH INSPIRATIF PENGHAFAL QUR'AN"