Buku Who Moved My Cheese: Cara Cerdas Menyiasati Perubahan dalam Hidup dan Pekerjaan
Senang rasanya berkesempatan untuk bisa berbagi cerita lagi di blog ini. Ini adalah postingan ketigaku tentang setelah aku hijrah dari Lampung ke Yogyakarta. Kali ini, aku mau berbagi ke teman-teman tentang buku pertama yang kubaca secara tuntas di Tahun 2023.
Buku berjudul ‘Who Moved My Cheese?’ cara cerdas menyiasati perubahan dalam hidup dan pekerjaan karya Spencer Johnson MD. Buku setebal 105 halaman berbahasa Indonesia hasil terjemahan ini aku dapatkan dari meminjam di Perpustakaan Pascasarjana UNY.
Diperkirakan, hampir 98% sumber bacaan yang ada di Perpustakaan Pasca UNY berbahasa Inggris. Sadar akan kemampuan bahasa inggrisku yang pas-pas an, aku memutuskan untuk mencari buku berbahasa Indonesia. Inipun hasil terjemahan.
Ya meskipun kuliah di Indonesia, kalau konsumsi sehari-harinya berkelas dunia bukan hal yang mustahil punya wawasan dan pemahaman yang mendunia juga. Sebab UNY juga telah mendedikasikan diri menjadi World Class University di Tahun 2025. Maka upaya yang dilakukan saat ini mengarah kesana.
Balik lagi ke buku ‘Who Moved My Cheese?’. Buku ini adalah buku cerita yang sarat akan makna. Berawal dari sebuah obrolan di pertemuan alumni di Chicago, penulis bercerita tentang Cheese. Cerita tentang sebuah perubahan. Semua orang dalam perkumpulan tersebut menarik pelajaran dari cerita dan mengaitkannya dengan kehidupan mereka masing-masing.
Sampai seorang sahabat Spencer Johnson MD yang bernama D. Kenneth Blanchard mendorong penutur untuk menuliskannya dalam sebuah buku. Kabarnya, buku ini telah berpengaruh pada perubahan di sejumlah perusahaan besar di dunia.
Sekilas, tulisan dalam buku ini seperti cerpen, atau bahkan seperti dongeng. Apapun itu tapi aku pribadi sepakat bahwa buku ini memang bagus, cocok, dan layak untuk siapa saja yang hari ini hidupnya masih terkungkung dalam keadaan tetap dan takut akan perubahan.
Ada empat tokoh imajiner dalam cerita ini, si tikus: “Sniff” ahli penciuman dan “Scurry” ahli melacak dan si kurcaci: “Hem” yang bersifat kaku dan “Haw” yang merasa aman dan mencoba untuk berubah. Sifat-sifat dalam tokoh cerita tersebut seolah nyata melekat pada manusia, termasuk diriku.
Di banyak bagian, aku sempat terhenti membaca dan bergumam “Oh, iya iya. Kadang aku juga begini”. “Oh begitu…” dan kalimat sejenisnya yang menyatakan kesepakatan dan mungkin kesadaran.
Keempat tokoh itu hidup dalam sebuah labirin. Di sana, mereka mencari cheese untuk mempertahankan hidupnya. Si kurcaci merasa lebih dibandingkan dengan dengan si kurcaci. Secara si kurcaci mirip seperti manusia yang memiliki daya nalar melebihi dari si tikus.
Dalam sebuah pencarian Cheese di lorong-lorong labirin. Si tikus Sniff menjadi sosok yang mampu mencium adanya perubahan dengan cepat. Dan Scurry sebagai eksekutornya, yang bergegas mengambil tindakan. Hem seoranng pemikir yang handal memiliki daya analisis yang kuat. Dan haw lebih mirip seperti scurry.
Suatu hari keempat tokoh tersebut menemukan tumpukan Cheese yang sangat banyak di sebuah stasiun dalam labirin. Hari demi hari hidupnya dilalui dengan penuh rasa gembira karena ketersediaan cheese yang sangat melimpah.
Hal yang sulit dipercaya terjadi, suatu hari cheese yang mereka idamkan habis. Hal tersebut diketahui lebih dulu oleh si tikus karena mereka yang kebetulan lebih dulu hendak mengambil cheese. Sadar akan adanya perubahan itu Sniff and Scurry segera bergegas dan mencari tempat cheese yang baru.
Lain halnya dengan Hem dan Haw. Setelah mengetahui bahwa cheese yang terlihat sangat banyak di hari-hari sebelumnya habis mereka kaget dan seolah tidak menerima kenyataan tersebut. mereka menggunakan daya analisisnya yang kuat untuk menganalisis penyebab kejadian itu.
Sempat juga menduga bahwa itu adalah pekerjaan Sniff dan Scurry. Keesokan harinya segala upaya dilakukan. Mereka membongkar dinding stasiun dan berharap menemukannya, hasilnya nihil. Hari berikutnya pun demikian mereka terus mempertanyakan “Apa sebabnya?” dan “Siapa yang memindahkannya?” dan pertanyaan juga pernyataan sejenisnya.
Disisi lain, Sniff and Scurry terus bergerak berjalan mencari Cheese baru. Meskipun mereka juga tidak tahu dimana dia berhenti menemukan Cheese, dan cheese seperti apa yang mereka temukan. Mereka tidak memperdulikan hal itu.
Hem dan Haw masih berada di stasiun yang sama dan terus berpikir mengapa hal itu terjadi. Sampai persediaan cheese mereka menipis. Hem menyadari jika mereka terus seperti itu makan bisa-bisa mereka akan mati kelaparan. Hem berinisiatif mengajak Hew berpindah dan mencari tempat cheese yang baru.
Ide itu ditolak mentah-mentah oleh Haw. Haw masih tetap percaya bahwa ia akan menemukan cheese lagi ditempat itu. Hem membujuk lagi dan masih juga Haw tidak mau. Akhirnya Hem bergegas sendirian, meskipun banyak ketakutan dan kekhawatiran yang ada dalam dirinya.
Nasib baik berpihak pada Sniff and Scurry. Mereka menemukan Cheese baru yang lebih lezat dan berlimpah dari tumpukan cheese sebelumnya. Hem masih terus mencari dan mencari cheese, melalui jalan yang sangat panjang, ketakutan dalam kesendirian akhirnya ia juga menemukan cheese yang ditemukan oleh Sniff and Scurry. Mereka menikmati cheese itu bersama-sama.
Hem menyadari bahwa cheese itu suatu saat juga akan habis. Setiap harinya, tidak tinggal diam. Ia juga terus mencari stasiun mana yang tersedia cheese sebagai alternatif saat cheese yang sudah ia temukan dan nikmati habis.
Dalam cerita ini, Hem adalah tokoh yang paling banyak mendapatkan pelajaran. Senada, pelajaran dari kisah Hem juga dapat kita ambil secara Cuma-Cuma dan dampak yang luar bisa. Setiap perjalanannya dan prosesnya mendapatkan pembelajaran, Hem menuliskannya di dinding labirin. Tulisan-tulisannya adalah sebagai berikut:
- Memiliki Cheese membuat Anda bahagia.
- Semakin penting arti cheese bagi Anda, semakin penting Anda mempertahankannya.
- Jika Anda tidak berubah, Anda akan punah.
- Apa yang akan Anda lakukan jika Anda tidak takut?
- Ciumlah Cheese sesering mungkin sehingga Anda tahu saat ia mulai membusuk.
- Gerakan kearah baru membantu anda menemukan cara baru.
- Saat Anda meninggalkan rasa takut di belakang, Anda akan merasa bebas.
- Membayangkan diriku sendiri sedang menikmati cheese baru, bahkan sebelum aku menemukannya, telah mengarahkan aku kepadanya.
- Semakin cepat Anda menemukan cheese lama, semakin cepat pula Anda menemukan cheese baru.
- Jauh lebih aman pergi mencari cheese di labirin di banding tetap bertahan dalam keadaan tanpa cheese.
- Keyakinan lama tidak akan membawa Anda kepada cheese baru.
- Saat Anda sadar bahwa Anda bisa menemukan cheese dan menikmati cheese baru, Anda akan mengubah haluan.
- Memperhatikan perubahan-perubahan kecil sejak awal akan membantu Anda menyesuaikan diri terhadap perubahan besar yang akan muncul.
Sampai pada kata ini aku sudah mengetik 979 kata. Semoga kamu tidak bosan membacanya dan mendapat banyak pembelajaran ya. Secara pribadi, ada beberapa hal yang bisa aku pelajari dari buku tersebut:
Perubahan itu adalah sesuatu yang pasti terjadi, cepat atau lambat, maka bersiaplah. Di suatu saat kita tidak memerlukan pertimbangan dan analisis yang mendalam untuk melakukan sesuatu. Gas aja! Aku rasa, orang-orang yang tidak pernah merasakan takut saat hendak melakukan sesuatu ia lebih punya kesempatan luas dan melakukan banyak hal, berujung pada banyaknya juga pencapaian. Kita tidak perlu mengkhawatirkan masa depan, masa depan yang sesungguhnya adalah masa sekarang. Lakukan dengan baik!
Sekian ceritaku tentang buku “Who Moved My Cheese?” kamu bebas memaknai cheese itu sebagai apa dalam hidupmu. Sebagai cita-cita, atau pencapaian besar lainnya. Selamat dan semangat belajar. Bacalah buku “Who Moved My Cheese secara langsung agar mendapat pelajaran yang lebih maksimal.
Selain di perpus pasca UNY. Sahabatku Wanda Agus Prasetya udah cek di website perpusnas juga ada ebooknya. Bisa meminjam di sana juga. Kalau kamu, sudah belajar apa dari tulisan ini? tulis di kolom komentar ya.
Post a Comment for "Buku Who Moved My Cheese: Cara Cerdas Menyiasati Perubahan dalam Hidup dan Pekerjaan"